Jangan Senang Dengan Pujian


LAGI PROMO
Pidato 3 Bahasa
Adab Menuntut Ilmu
Jam Dinding Al Fatihah
Topi Model Senyum
Kompilasi Hadis Dakwah


Ceramah singkat dari Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal tentang jangan senang dengan pujian.

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kaum muslimin yang semoga selalu dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala,

Kita dapat mengambil suatu pelajaran dari sahabat yang mulia Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu, di mana beliau ini adalah orang terbaik sepeninggal Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

Ketika beliau mendapatkan suatu pujian, yaitu pujiannya itu adalah dihadapan dirinya, orang-orang memuji dirinya, menyanjung dirinya, maka apa yang beliau katakan ketika itu. Abu Bakar Ash-Shiddiq kemudian mengatakan


اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ


"Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku dari diriku sendiri. Dan aku lebih mengetahui keadaan diriku sendiri dari pada mereka yang memuji. Ya Allah, jadikanlah aku lebih baik daripada apa yang mereka sangkakan. Ya Allah, ampuni aku atas perkataan-perkataan mereka, sanjungan-sanjungan mereka. Ya Allah, janganlah siksa aku dengan pujian yang mereka tujukan padaku."

Maka, demikianlah ketika para salaf itu dipuji, mereka mengamalkan semisal ini. Ada diceritakan bahwasanya ada seorang salaf (umat terdahulu yang shalih), ketika dipuji malah dia itu marah, ketika dia itu dipuji dihadapan dirinya maka dia itu marah, kemudian dia mengingkari pujian tersebut.

Misalnya dia dikatakan kamu adalah orang yang shalih, dia mengingkari pujian tersebut, dia itu marah, lalu dia berdoa seperti tadi


اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ

seperti apa yang diucapkan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq tadi.

 Jangan Senang Dengan Pujian


Nah, ini menunjukkan bahwasanya menjadi pelajaran bagi kita, bahwasanya kita jangan suka apabila dipuji oleh orang lain. Orang-orang mulia saja seperti Abu Bakar Ash-Shaddiq, begitu juga yang disebutkan dari berbagai cerita dari para ulama Salaf, mereka ketika dipuji, ya mereka itu tidak merasa senang dengan pujian tersebut, karena yang namanya pujian itu bisa meruntuhkan atau bisa menghapuskan amalan seseorang, karena amalan seseorang itu, kata Ibnu Taimiyyah bisa terhapus dengan dua sebab, yaitu karena riya' dan karena ujub.

Karena riya', dia itu tidak merealisasikan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam surat Al-Fatihah,


 إِيَّاك نَعْبُدُ

"yaitu hanya kepada-Mu (Allah) kami menyembah."

hanya kepada-Mu (Allah) kami beribadah,  sedangkan orang yang ujub tidak merealisasikan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala


إِيَّاكَ نَسْتَعِينُ


"Yaitu kepada-Mu (Allah) kami memohon pertolongan."

Karena yang pertama ini, dia beribadah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, sedangkan yang kedua dia merasa bahwa dirinyalah yang berbuat, bukan atas pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sehingga karena sebab ini, Ibnu Taimiyyah katakan, inilah yang bisa menghapuskan amalan seseorang.

Riya' itu bisa menghapuskan amalan seseorang, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala katakan :


أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ

"Aku tidak peduli terhadap kesyirikan"


مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ


"Barangsiapa yang melakukan suatu amalan di mana dia mempersekutukan-Ku dengan selain-Ku maka Aku (Allah) akan meninggalkan dirinya dan juga amalannya."

Jadi, amalannya itu akan ditinggalkan, begitu juga diri pelaku tadi yang berbuat syirik yaitu riya'. Ini termasuk syirik, itu juga akan ditinggalkan.

Sedangkan ujub tadi, ujub ini adalah merasa bangga terhadap diri sendiri. Merasa bangga terhadap amalan yang dia perbuat, dia merasa itu adalah hasil usaha, bukan dari taufiq (hidayah) Allah Subhanahu wa Ta'ala, dia menyangka itulah yang dia lakukan. Ini karena ilmu yang saya perloleh, ini karena amalan yang saya lakukan sendiri, bukan dari taufiq dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sehingga ini juga bisa meruntuhkan amalan dia.

Maka Ibnu Tamiyyah pernah menceritakan suatu perkataan dari Sa'ad bin Zubair, di mana dia mengatakan bahwasanya ada seseorang yang beramal kebaikan malah dia itu masuk neraka. Ada seseorang yang beramal kejelekan, malah dia itu masuk Surga.

Ada seseorang yang beramal kebaikan, dia itu merasa ujub (bangga) dengan amal kebaikannya tadi, malah setelah itu amalan kebaikannya itu jadi gugur, jadi terhapus gara-gara sebab ujub yang ada pada dirinya. Dia merasa bangga dengan amalannya tersebut.

Sedangkan yang kedua, yang dia itu seharusnya masuk neraka, dia itu adalah gemar maksiat tapi dia itu masuk surga. Nah ketika itu, apa yang terjadi? Dia tutup amalan akhirnya (dari hidupnya) dengan bertobat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala sehingga Allah Subhanahu wa Ta'ala memasukkan dia kedalam Surga, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam itu mengatakan

الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِمِ

"Sesungguhnya amalan itu dilihat dari akhirnya."

Maka, kita dapat mengambil pelajaran dari sini bahwasanya kita jangan suka dengan pujian, kita harus interospeksi diri, barangkali kita tidak sesuai dengan apa yang dipuji tadi. Kita banyak beristighfar kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
semoga kita itu bisa lebih baik daripada pujian tadi dan semoga kita juga dapat terlepas dari sifat ujub dan juga sifat riya' yang dapat menghapuskan amalan kita.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. (Sumber : Youtube)

Baca juga :
doa ketika dipuji orang lain

 






Back To Top